Powered By Blogger

Rabu, 13 Juli 2011

Agar Esok Kita Tak Sampai Menyesal


Suatu hari, Rasulullah saw menggambar di tanah. Sederhana. Hanya goresan garis-garis. Tapi makna gambar itu yang luar biasa. Dengan gambar itu sebuah aksioma tentang perjalanan hidup menjadi sangat jelas. Mengundang renungan, sekaligus menggugah kesadaran siapa saja yang mau sadar Pertama Rasulullah saw menggambar garis lurus. Sesudah itu beliau menggambar garis membentuk kotak, yang salah satu sisinya memotong garis membentuk kotak tersebut. Sehingga, setengah garis lurus itu ada yang di dalam kotak, sisanya lagi di luar.
Rasulullah saw menjelaskan, garis lurus itu ibarat keinginan manusia, harapannya, cita-citanya, juga mungkin obsesi-obsesinya. Sedang gambar kotak yang memotong garis lurus tersebut adalah ajal manusia yang telah ditetapkan. Ya, manusia memang berjalan di antara harapan yang bisa mengular panjang dan ajal yang mengintai siap menerkam. Mengejar keinginan dan cita-cita adalah perjalanan yang sangat melelahkan. Meninggalkan deretan jejak-jejak yang sangat melelahkan. Meninggalkan deretan jejak-jejak kehidupan. Tujuan pendeknya adalah hari esok di dunia. Sedang tujuan panjangnya adalah hari esok di akhirat. Pada kedua tujuan pendek dan panjang itu diperlukan bekal yang tidak sedikit. Dan, siapapun, yang ingin perjalanannya selamat sampai tujuan, harus punya bekal yang memadai, memiliki kehendak yang besar, kemauan yang teguh, untuk mengejar cita-cita luhur yang ingin dicapainya.
Seperti dilukiskan dalam gambar garis-garis Rasulullah di atas. Sedang harapan-harapan bahagia di akhirat bisa pupus bila kelak ternyata seseorang itu dilemparkan ke dasar neraka. Lantaran ia tak punya amal, atau amal-amalnya ditolak Allah SWT. Sebuah kerugian yang tak ada sesudahnya kerugian yang lebih besar darinya. Perjalanan hidup mengejar bahagia di dunia, dengan segala suka atau dukanya, sedih dan gembiranya, sengsara maupun bahagianya, tak jarang melenakan. Manusia banyak yang lupa bahwa di sela keinginannya yang panjang itu terselip detik-detik kematiannya. neraka. Lantaran ia tak punya amal, atau amal-amalnya ditolak Allah SWT.
Sebuah kerugian yang tak ada sesudahnya kerugian yang lebih besar darinya. Perjalanan hidup mengejar bahagia di dunia, dengan segala suka atau dukanya, sedih dan gembiranya, sengsara maupun bahagianya, tak jarang melenakan. Manusia banyak yang lupa bahwa di sela keinginannya yang panjang itu terselip detik-detik kematiannya. Seringkali manusia terpedaya, seakan hari-harinya masih sangat panjang. Serasa segala kemauannya masih punya rentang ruang yang tak terbatas. Padahal akan ada ajal yang memenggal segala mimpi-mimpi itu. Karenanya, Rasulullah saw mengistilahkan kematian dengan pemupus kenikmatan. “Perbanyaklah mengingat-ingat pemupus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi).
Namun, bagi orang-orang yang telah mengumpulkan bekal, lalu dengan ikhlas menyerahkan bekal itu kepada Allah, kelak ia tidak akan terguncang, bila kematian datang memutus nafas-nafasnya. Ia tidak akan tercengang, bila ajal tiba memenggal segala harapan-harapannya. Yang telah menanam dengna baik tak akan takut, bila kelak tiba saatnya orang hanya bisa memakan hasil tanamannya sendiri. Yang telah beramal dengan tulus tak akan khawatir, bila tiba saatnya orang hanya bisa selamat karena amalnya sendiri. Dalam Islam, proses mencari bekal itu dibangun di atas dua prinsip utama yang sangat mendasar : Pertama, membekali diri untuk hari esok – dunia maupun akhirat – merupakan kerangka utama dari keseluruhan ajaran Islam.
Dengan kata lain, seluruh aturan Islam, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, terbingkai dalam satu kepentingan utama : agar manusia bertakwa. Sementara, Al-Qur’an menegaskan, bahwa sebaik-baik bekal adalah takwa. Maka, menjalankan ajaran Islam artinya mengambil bekal sebaik-baiknya. Berpuasa misalnya, juga punya tujuan akhir untuk bertakwa. Allah berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah[2] : 183). Selain itu, Allah juga menjelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah dan beribadah kepada Allah. ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51] : 56)
Sementara tujuan dari penyembahan dan ibadah tersebut juga agar manusia bertakwa. Allah swt berfirman : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2] : 21)
Maka, inti ajaran Islam adalah “berbekal”. Dan sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dalam tataran kehidupan duniawi, ajaran Islam juga sangat padat dengan spirit pembekalan diri dalam makna ibadah dan taqwa tersebut. Menikah, misalnya, disebut sebagai penyempurna setengah agama. Mencari nafkah misalnya, tidak saja sekedar untuk menyambung nyawa, tetapi lebih dari itu, ia juga merupakan penghapus dosa. Bahkan Rasulullah saw menegaskan, ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus kecuali dengan berlelah-lelah mencari nafkah.
Rasulullah saw bahkan menyuruh kita untuk terus berkarya, berusaha, dan mengejar harapan-harapan yang bermanfaat. Tetapi pada saat yang sama juga harus menyandarkan usaha itu kepada Allah. Agar dengan begitu seluruh proses pencarian manfaat hidup itu bermakna pembekalan diri. ”Kejarlah apa-apa yang bermanfaat untuk dirimu. Mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah kamu merasa lemah..,” begitu pesan Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim. Seluruh nilai Islam mengajarkan kepada kita untuk berbekal. Karena hidup ini tempat menanam dan mencari bekal.
Prinsip kedua, bahwa berbekal artinya kita menyiapkan diri untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak pasti, hari ini, lusa, terlebih masa yang akan datang. Yang tak biasa bersusah-susah tidak akan bisa tegar menghadapi kesusahan. Yang lahir dan tumbuh di atas hamparan kemewahan, mungkin akan menjadi yang pertama tenggelam ketika badai kesulitan mengguncang. Sementara yang lahir dan tumbuh di tengah ujian tak akan goyah oleh sedikit kesulitan. Yang lahir dan tumbuh di tengah angin topan, tak akan masuk angin oleh semilir angin yang ogah-ogahan. Manusia, umumnya, bergantung bagaimana kebiasannya. Berbekal merupakan keharusan, karena perjalanan hidup itu tidak datar. Tantangan demi tantangan akan semakin berat.
Dalam hitungan zaman, Rasulullah saw menggambarkan, ”Tidaklah datang sebuah zaman kepada kalian, kecuali zaman yang sesudahnya lebih buruk dari sebelumnya, hingga kalian semua menghadap kepada Tuhan kalian”. (HR. Bukhari). Sementara, manusia tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari, apa yang diusahakannya esok hari, tidak tahu juga di mana ia akan dipanggil oleh Allah. ” Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Lukman [31] : 34) Karenanya, dalam nasehatnya kepada Abu Dzar, Rasulullah saw berkata, ”Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudera itu dalam. Perbanyaklah belakmu karena perjalananmu itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu itu sangat jeli.
” Rasulullah saw juga menganjurkan kepada ummatnya untuk membiasakan diri bersusah-susah, agar kelak tidak kaget untuk menghadapi kesulitan yang bisa datang sewaktu-waktu. ”Berkeras-keraslah karena nikmat dan karunia itu tidak kekal,” begitu pesan Rasulullah. Seluruh usaha membekali diri, dengan niat yang ikhlas dengan jerih payah yang baik tak lain merupakan modal utama manusia, untuk menghadap Allah kelak. Hari ini, kala kita masih bertemu matahari pagi, saat kita masih bebas menarik nafas, adalah saat-saat termahal untuk kita mengais bekal, untuk menabung dengna tekun bekal menyongsong hari esok yang masih kelam. Saatnya membuang rasa malas dan kebiasaan menunda-nunda amal. Saatnya kita berbuat. Saatnya kita berbekal. Agar esok tak sampai menyesal.
Dikutip dr buku “Tak Menganal Siaran Tunda”, Tarbawi Press

sumber : mohon maaf lupa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar