Powered By Blogger

Rabu, 16 Maret 2011

Aplikasi Hypnosis di Dunia Medis


Beberapa klien yang saya jumpai, umumnya praktisi medis, melontarkan pertanyaan mengenai mekanisme hypnosis, utamanya melalui perspektif medis. Menurut saya hal ini sangat baik guna meluruskan perspektif mengenai hypnosis melalui de-mistifikasi. Artikel kali ini saya resumekan dari karya Hong Ning Ngai yang dibuat tahun 2000. Semoga artikel ini mampu menjelaskan lebih banyak mengenai mekanisme kerja hypnosis, utamanya yang berkenaan dengan dunia medis.
Aplikasi hypnosis pada dunia medis masih sangat minim. Padahal berdasarkan riset klinis dan eksperimental, hypnosis sangat efektif dalam manajemen sensasi sakit. Hal ini utamanya disebabkan karena hypnosis lebih dipandang melalui perspektif psikologis dibandingkan fisiologis. Aplikasi hypnosis pada dunia medis utamanya terletak pada dua area, yaitu hypnoanalgesia (aplikasi hypnosis untuk mengurangi sensitifitas terhadap sensasi sakit) dan hypnoanaesthesia (aplikasi hypnosis untuk mengurangi sensitivitas terhadap semua sensasi). Pada kedua aspek tersebut, hal terpenting adalah kemampuan pasien dalam memfokuskan perhatian. Riset berkenaan dengan mekanisme psikologis dan fisiologi mendukung gagasan mengenai penggunaan atensi untuk memberikan kendali pikiran atas tubuh. Hal ini berarti pula melibatkan pasien pada proses kesembuhannya dengan memberikan kendali pada kesehatannya sendiri.
Menurut Chaves, 1994, hypnoanalgesia meliputi empat tahap, yaitu:
* Persiapan
Setiap pasien yang datang pada terapis tentu memiliki ekspektasi atas proses yang akan dilalui. Pada tahap ini, terapis perlu memberikan penjelasan pada pasien mengenai pencapaian yang realistik yang dapat diraihnya
* Induksi hypnosis
Pada tahap terapis membantu pasien untuk mengalami kondisi trance yang ditandai dengan relaksasi ekstrim, atensi yang terpusat dan peningkatan pada penerimaan sugesti. Sugesti yang diberikan oleh terapis dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu direct suggestion dan indirect suggestion. Direct suggestion lebih efektif dari sudut pandang waktu namun tidak semua individu responsif terhadap sugesti jenis ini. Sementara indirect suggestion lebih memiliki fleksibilitas hampir pada setiap individu namun relatif sedikit lebih lama dibandingkan direct suggestion. Kabanyakan terapis menggunakan kombinasi antara keduanya
* Therapeutic suggestion
Tahap ini merupakan tahap terpenting karena terapis lebih memfokuskan pasiennya pada berbagai sugesti yang ingin diberikan. Berkenaan dengan konteks pengurangan sensasi sakit, terapis membantu pasien dengan mengembangkan situasi imajinatif (terlepas dari logis/tidak) untuk mencapai tujuan pengurangan sensasi sakit. Contohnya seperti dissosiasi, di mana pasien mengimajinasikan tangannya terpisah tubuh atau terbuat dari material lain misalnya baja.
* Post-hypnotic sugestion
Tahap ini ditujukan agar pasien mampu mempertahankan pencapaiannya, dalam hal ini pengurangan sensasi sakit, walaupun kondisi hypnosis sudah diterminasi. Hal ini umumnya dicapai dengan menggunakan mekanisme yang disebut anchoring (misalnya dengan tepukan di pundak).
Berikut diuraikan aplikasi hypnosis pada dunia medis berkenaan dengan kasus akut dan kasus kronis.
Kasus Akut
Kebanyakan kasus akut (jangka singkat) yang diteliti berkenaan dengan aplikasi hypnosis adalah luka bakar. Pada kasus luka bakar sangat direkomendasikan aplikasi hypnosis sesegera mungkin untuk membatasi efek yang ditimbulkan setelahnya. Sebagai tambahan, pada saat itu pikiran pasien masih terfokus pada perjalanan menuju ruang perawatan sehingga lebih mudah untuk melakukan induksi.
Berdasarkan studi sebelumnya, efek dari luka bakar sangat dipengaruhi oleh pemikiran pasien terhadap kondisi yang sedang dihadapinya (Chapman et al., 1959). Sehingga persepsi berkenaan "panas" dapat meningkatkan efek negatif dari luka bakar sementara persepsi berkenaan "dingin" menurunkan efek negatif. Dengan memberikan berbagai sugesti berkenaan dengan sensasi dingin dan anesthesia pada daerah yang bersangkutan dapat membatasi efek negatif dari luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang menerima sugesti "sensasi dingin" dan "nyaman" lebih mudah ditangani, lebih optimis sehingga lebih cepat pulih (Ewin, 1978).
Sementara pasien menjalani perawatan, sensasi sakit yang muncul saat perawatan lebih besar dibandingkan sensasi sakit ketika hanya membiarkan luka bakar tersebut. Untuk mencegah infeksi, pasien perlu menjalani perawatan harian dan menggunakan antiseptik. Perawatan tersebut akan memunculkan sensasi sakit yang sangat. Frekuensi perawatan yang cukup intensif tidak memungkinkan penggunaan anesthesia, sehingga penggunaan hypnoanalgesia sangat direkomendasikan (Patterson et al., 1996). Pada penelitian tersebut, 30 pasien yang mengalami luka bakar secara acak dibedakan dalam 3 kelompok:
* kelompok hypnosis kelompok ini diberikan sugesti yang meliputi aplikasi sugesti relaksasi, analgesia, amnesia dan kenyamanan ketika disentuh di pundak.
* kelompok pseudohypnosis kelompok ini diminta untuk menutup mata, menghitung hingga 20, membayangkan diri berada di tempat yang relaks
* kelompok tanpa intervensi (kelompok kontrol) kelompok ini tidak diberikan perlakukan apa pun untuk mengurangi sensasi sakit.

Hasil eksperimen diberikan sebagai berikut:
* kelompok yang menggunakan hypnosis mendapati pengurangan sensasi sakit hingga 46%
* kelompok yang menggunakan pseudohypnosis mendapati pengurangan sensasi sakit 16%
* kelompok kontrol mendapati pengurangan sensasi sakit sebesar 14%
Hasil ini menunjukan bahwa hypnoanalgesia mampu menurunkan sensasi sakit lebih besar dibandingkan relaksasi.

Kasus Kronis
Sedikit berbeda dengan kasus akut, studi terhadap aplikasi hypnosis pada kasus kronis lebih terpisah-pisah. Salah satu area aplikasi hypnosis adalah sensasi sakit, mual, muntah sehubungan dengan chemotherapy pada perawatan kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Syrjala et al. (1992) pada 35 pasien kanker yang dipilih secara acak dan dikelompokan dalam 3 grup:
* hypnosis relaksasi, sugesti pengurangan sensasi sakit, mual dan reaksi emosional terhadap gejala, sugesti berkenaan dengan proses penyembuhan, kondisi baik, kendali diri, kemampuan untuk mengatasi gejala
* cognitive behavioural training relaksasi dan beragam kemampuan kognitif dalam mengatasi hal yang sedang dihadapi (contoh: cognitive restructuring, eksplorasi arti dari penyakit)
* atensi (placebo) kontak normal dengan terapis
Hasil dari studi ini menujukan bahwa pasien pada kelompok hypnosis mendapati pengurangan yang signifikan pada sensasi sakit yang diakibatkan oleh chemotherapy dibandingkan dengan dua grup lainnya. Selain itu pasien pada grup hypnosis juga memiliki tendensi pengunaan obat-obatan yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok yang lain. Karena kelompok hypnosis dan cognitive behavioural training menggunakan relaksasi, hal ini menunjukan bahwa hypnoanalgesia tidaklah semata-mata disebabkan oleh relaksasi mental dan fisik. Selain itu, karena kelompok hypnosis lebih berfokus pada kemampuan pasien untuk mengurangi gejala, maka hal yang mendasari pengurangan sensasi sakit adalah kendali diri.
Studi lain dilakukan oleh Haanen et al. (1991) pada area fibromyaglia. Fibromyaglia merupakan kelainan yang ditandai dengan sakit otot dan gangguan tidur. Pada studi ini, pasien dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu:
* kelompok eksperimental kelompok ini mendapatkan sugesti untuk relaksasi, peningkatan kualitas tidur dan kemampuan mengendalikan sensasi sakit.
* kelompok kontrol kelompok ini mendapatkan relaksasi dan massage .
Hasil dari studi menunjukan pada kelompok pertama lebih mampu mengurangi sensasi sakit dan kelelahan lebih baik dibandingkan kelompok kedua. Selain itu, hampir serupa dengan studi sebelumnya kelompok hypnosis menunjukan lebih rendah konsumsi obat-obatan. Kembali ini studi ini menunjukan bahwa hypnoanalgesia lebih dari sekadar relaksasi, karena kedua kelompok menggunakan relaksasi namun terdapat perbedaan dalam efektifitas. Ketidakberadaan sugesti yang berkenaan dengan kendali diri menyebabkan kelompok kedua kurang efektif.

Pembedahan
Berdasarkan pada referensi yang dibuat oleh Manusov, 1990, aplikasi hypnoanesthesia telah hadir semenjak era 1800-an, di mana saat itu anesthesia kimiawi belum banyak digunakan. Seiring dengan semakin berkembangnya anesthesia kimiawi, hypnoanaesthesia semakin jarang digunakan.
Aplikasi sugesti hypnosis pada pasien mampu mengurangi ketegangan saat akan memasuki ruangan operasi. Sementara hypnoanaesthesia hanya dimungkinkan pada 10% hingga 16% dari keseluruhan populasi. Namun tetap aplikasi sugesti hypnosis dapat lebih mengefektifkan anesthesia kimiawi (Erickson, 1994). Ketika anesthesia kimiawi telah memunculkan efeknya, penggunaan sugesti hypnosis memungkinkan pasien untuk mempertahankan kendali diri. Selain itu, penelitian lebih lanjut menunjukan aplikasi hypnosis mampu mengurangi konsumsi anesthesia kimiawi dan mempersingkat jangka waktu perawatan pasien di rumah sakit (Masunov, 1990).

Bukti Psikologis Sensasi Sakit Eksperimental
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Arendt-Nielsen et al. (1990) dapat lebih memperjelas pemahaman mengenai mekanisme dibalik pengurangan sensasi sakit pada kasus akut dan kronis. Pada studi kali ini, 8 pasien yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi pada hypnosis diberikan stimulasi laser. Batasan sensori dan sensasi sakit diukur dalam 3 kondisi; sadar, sugesti hyperaesthesia (peningkatan sensitifitas terhadap sensasi sakit) dan sugesti analgesia (pengurangan sensitifitas terhadap sensasi sakit).
Pada kondisi hyperaesthesia, subjek diminta untuk membayangkan tangan kanan ditempatkan di dalam air panas kemudian dikeluarkan namun masih terasa sangat panas. Pada kondisi analgesia, subjek diminta membayangkan bahwa tangan kanan bukan lagi milik mereka dan terbuat dari material yang tidak sensitif. Di setiap akhir sugesti, subjek diberi tahu bahwa mereka akan menerima stimulus laser.
Kondisi batasan toleransi terhadap sensasi sakit saat sadar dijadikan sebagai pembanding. Pada kondisi hyperaesthesia, batasan menurun hingga 47% dan 48% terhadap sensorik dan sensasi sakit. Sementara pada kondisi analgesia, batasan meningkat hingga 316% dan 190% untuk sensorik dan sensasi sakit. Potensi sensasi sakit meningkat hingga 14% pada kondisi hyperaeathesia dan menurun hingga 31% pada kondisi analgesia.
Eksperimen ini menunjukan bahwa perubahan yang terjadi dapat diterangkan dalam dua kemungkinan: sebagai interaksi antara neurochemical/hormonal atau modulasi proses kognitif untuk memfokuskan dan tidak fokus perhatian. Karena sugesti hypnosis dapat secara cepat dikembalikan, implikasi hormonal (yang mana telah ditunjukan pada banyak studi sebelumnya) tidak terjadi. Namun, penggunaan mekanisme neurochemical sangat dimungkinkan, walaupun tidak dipelajari secara mendalam pada studi ini. Penjelasan berkenaan dengan psoses kognitif mendukung demikian pula dengan studi klinis sensasi sakit. Peningkatan fokus perhatian pada kondisi hyperaesthesia cenderung membuat pasien lebih atentif (peningkatan potensi) dan lebih sensitif (penurunan batasan) terhadap stimulus. Sebagai tambahan, ide mengenai modulasi pada proses kognitif mendukung hasil dari studi klinis sensasi sakit, individu yang berada pada kondisi relaks memiliki kemampuan untuk mengarahkan aktifitas mentalnya. Pengalaman Dissosiasi dan Kendali Dissosiasi
Penelitian lain yang berusaha menjelaskan mekanisme hypnoanalgesia dilakukan oleh Miller dan Bowers (1993). Penelitian ini berusaha untuk memastikan apakah sumber daya kognitif berkembang saat terjadi proses pengurangan sensasi sakit. 30 subjek ditempatkan dalam 2 kelompok, yang sebelumnya menjalani tes sensitifitas terhadap hypnosis. Masing-masing kelompok didiesain sedemikian rupa sehingga memiliki 9 subjek yang sensitifitasnya tinggi dan 9 subjek yang sensitifitasnya rendah.
Kelompok pertama adalah kelompok "penekanan stres" di mana subjek diinstruksikan untuk menggunakan strategi kognitif dalam mengatasi sensasi sakit. Strategi yang digunakan meliputi pengalihan perhatian dari sensasi sakit dan menciptakan situasi imajinatif yang tidak selaras dengan sensasi sakit.
Kelompok perlakuan kedua adalah kelompok hypnosis di mana subjek diberikan induksi hypnosis dan sugesti analgesia. Sugesti yang diberikan termasuk untuk tetap relaks dan nyaman dan mensensasikan bahwa tangan subjek terbuat dari material yang tidak sensitif bahkan tidak ada sama sekali. Dengan salah satu tangan subjek muncul dari air dingin (ditujukan sebagai stimulus sensasi dingin).
Setelahnya semua subjek menjalani tes kosa kata. Hasil dari ketiga tes dibandingkan dengan hasil dasar yang diambil sebelum menjalani perlakuan. Pada kelompok perlakukan pertama, kedua klasifikasi subjek, sensitivitas tinggi dan sensitivitas rendah, menunjukan penurunan 30% pada performa kosa kata. Pada kelompok perlakuan kedua, kedua subjek, sensitivitas rendah dan tinggi menunjukan sedikit atau tidak ada kemunduran. Selama eksperimen, subjek yang memiliki sensitivitas tinggi dilaporkan mensensasikan lebih sedikit sakit dibandingkan subjek yang memiliki sensitivitas rendah. Namun bagaimanapun, kedua klasifikasi subjek tidak mengembangkan daya kognisinya untuk mengatasi situasi sakit. Sehingga hasil tes mereka sama.
Hasil penelitian ini mendukung argumen para peneliti yang mengungkapkan bahwa sugesti hypnosis mengaktifkan level bawah dari kendali atas sensasi sakit dan pengalihan keterkaitan eksekutif (Miller & Bowers, 1993). Sehingga tidak ada fungsi eksekutif (seperti yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes kosa kata) terganggu oleh sensasi sakit. Hasil dari eksperimen ini menudukung ide yang dihasilkan dari ekperimen sebelumnya: ketidakfokusan perhatian pada stimulus sakit. Hasil penelitian ini juga mendukung studi klinis di mana pasien yang menjalani hypnoanalgesia mungkin dapat mengembangkan daya kognisinya pada aktifitas lain (seperti keluarga, kerja) dan dapat lebih cepat pulih dibandingkan mereka yang memfokuskan potensi mentalnya pada sensasi sakit. Sensitifitas pada hypnosis
Level sensitivitas pada hypnosis dapat diukur menggunakan beragam skala, namun untuk tujuan penelitian skala yang lebih sering digunakan adalah Stanford Hypnotic Susceptibility Scale. Banyak studi yang dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Tenenbaum et al. (1990) yang meneliti korelasi antara sensitivitas pada hypnosis dengan kemampuan mengurangi sensasi sakit. 24 subjek yang memiliki sensitivitas tinggi dan 24 subjek yang memiliki sensitivitas rendah pada hypnosis dipaparkan pada stimulus dingin, di mana subjek diminta untuk memunculkan tangannya dari air es dingin. Kondisi sakit yang terjadi diukur pada masing-masing kelompok. Pada subjek yang memiliki sensitivitas tinggi pada hypnosis dilaporkan memiliki hasil yang rendah dan dapat memunculkan tangannya lebih lama dibandingkan subjek yang memiliki sensitivitas rendah.
Sebagai hasil dari temuan ini dan temuan lainnya, para peneliti menyakini hanya mereka yang memiliki sensitifitas tinggi yang dapat diuntungkan dari hypnosis. Namun, Holroyd (1996) melakukan observasi yang hasilnya mendukung bahwa subjek yang memiliki sensitifitas rendah dapat juga diuntungkan dari hypnosis. Penelitian yang dilakukan oleh Arendt-Nielsen et al., 1990 mengindikasikan bahwa penggunaan sugesti hypnosis dapat meningkatkan batasan sensasi sakit. Studi klinis yang dilakukan oleh Lewis, 1992, menunjukan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi di mana pasien meningkatkan kendali atas sensasi sakitnya ketika diberikan latihan tentang hypnoanalgesia. Sehingga intinya, penelitian ini menunjukan ide bahwa level sensitifitas pada hypnosis tidak terlalu signifikan karena semua individu dapat mengurangi sensasi sakit seiring dengan latihan dan waktu. Sugesti Langsung dan Tidak Langsung
Selain berfokus pada sensitivitas individu pada hypnosis, peneliti juga memfokuskan pada karakteristik sugesti yang diberikan pada individu. Sugesti langsung menggunakan penghubungan dan prediksi. Subjek diberitahu apa yang mereka sensasikan dan apa yang akan mereka sensasikan.
Sementara sugesti tidak langsung lebih banyak menggunakan pola bahwa permisif. Subjek diberitahu bahwa mereka mungkin akan mensensasikan sesuatu dan diberitahu berbagai kemungkinan respon yang mereka dapat lakukan. Beberapa peneliti meyakini bahwa subjek yang memiliki sensitivitas tinggi pada hypnosis lebih diuntungkan dengan sugesti langsung karena resistensi yang mereka miliki lebih rendah. Pada subjek yang memiliki sensitivitas rendah pada hypnosis, lebih diutamakan dengan sugesti tidak langsung karena keberadaan ilusi pilihan sehingga dapat mengurangi resistensi mereka. Namun studi literatur yang dilakukan oleh Lynn et al. (1993) mengungkapkan bahwa terdapat kurangnya bukti yang menunjukan hubungan antara sensitivitas seseorang pada hypnosis dengan karakter sugesti yang akan diberikan. Intinya, pesan yang diberikan dalam sugesti hypnosis lebih penting dibandingkan karakter sugesti hypnosis tersebut.

Bukti-Bukti Fisiologis (Mekanisme Neurophysiological)
Dari perspektif Neurophysiological, beberapa studi mengindikasikan bahwa efek dari hypnoanalgesia disebabkan oleh penghambatan pada berbagai level di sistem syaraf. Salah satu level yang dipengaruhi adalah Central Nervous System (CNS). Ketika excitatory neuron, neuron memacu keluarnya signal/firing, di otak menembakan respon terhadap stimulus sensasi sakit, inhibitory neuron, neuron meredam keluarnya signal/firing, menembakan untuk memodulasi signal exhibitory neuron. Sehingga level sensasi sakit diregulasi untuk mencegah sensory overload. Holroyd (1996) menunjukan berbagai studi di mana berbagai reflek spinal direduksi sebagai respon atas sugesti untuk tidak mensensasikan kejut listrik. Sensasi sakit dialirkan ke kedua ujung CNS.
Level lain yang turut terpengaruh adalah Peripheral Nervous System (PNS). Berbagai studi menunjukan bahwa Galvanic Skin Response (GSR) mampu menghilangkan respon pada stimulus yang menyakitkan. (Holroyd, 1996). Sehingga modulasi dari sensasi sakit terjadi dua kali, pertama pada PNS ketika terjadi kontak dengan tubuh dan selanjutnya pada CNS ketika terjadi pemrosesan stimulus. Regulasi penurunan yang terjadi dua kali ini mengurangi sensasi sakit yang cukup signifikan.
Hal ini juga mendukung gagasan tentang peningkatan batasan sensasi sakit dengan sugesti hypnosis. Individu membutuhkan stimulus sensasi sakit yang lebih tinggi untuk memberikan efek respon pada sistem syaraf. Riset ekstensif dilakukan oleh Crawford (1994) yang mengindikasikan bahwa hypnoanalgesia juga melakukan penghambatan pada pola di otak. Efek dari stimulus sensasi sakit diamati menggunakan Event-Related Potentials (ERPs). Potensi yang dimaksudkan adalah respon elektris yang terhubung dengan pengenalan awal dan atensi selanjutnya dari stimulus.
Setelah induksi hypnosis untuk tidak mesensasikan stimulus sensasi sakit, komponen awal terpengaruh namun komponen selanjutnya tereduksi. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek lebih tidak awas terhadap sensasi sakit. Pada penelitiannya selanjutnya Crawford, 1994, mengungkapkan bahwa hypnoanalgesia berkaitan erat dengan gelombang theta di otak. Pola gelombang theta merupakan pola mereduksi penyampaian signal (inhibitory), yang diasosiasikan dengan pikiran bawah sadar. Fakta yang menunjukan bahwa ritme tersebut dihasilkan oleh bagian tengah bawah dari otak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Bowers (1993), yang mengungkapkan bahawa sugesti hypnosis menuju langsung ke bagian tengah bawah untuk mengendalikan sakit. Keseluruhan hasil penelitian mendukung gagasan bahwa ketidakfokusan atensi dapat menimbulkan toleransi yang lebih besar pada sensasi sakit.

Sumber: http://www.primastudy.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar